Rabu, 17 Maret 2010

Sejarah Perkembangan Fiqh dan Meredupnya

Kiprah para shahabat dan beberapa generasi di belakang mereka selama beberapa abad telah menghasilkan kebaikan yang telah kita saksikan, dan tiada perbedaan di antara mereka dalam patokan-patokan di atas dan manhaj, kecuali mengenai pemahaman terhadap nash yang disebabkan oleh kemampuan dan latar belakang yang berbeda.


  1. Fiqh di zaman generasi awal

    Dengan berpedoman pada patokan-patokan tersebut seperti yang telah diuraikan pada edisi minggu lalu, majulah para shahabat dan beberapa generasi di belakang mereka selama beberapa abad dan menghasilkan kebaikan yang telah kita saksikan, dan tiada perbedaan di antara mereka dalam patokan-patokan di atas dan manhaj, kecuali mengenai pemahaman terhadap nash yang disebabkan oleh kemampuan dan latar belakang yang berbeda dalam memahami Ilat (alasan) hukum, dan karena sebagian diantara mereka mendapatkan dalil sementara yang lain belum mendapatkannya.

    Ketika datang imam-imam yang berempat, mereka mengikuti tradisi generasi yang sebelum mereka, hanya sebagian diantara mereka ada yang lebih dekat kepada Sunah, seperti; penduduk Hijaz (Ahl Hadist) yang kebanyakan pendukungnya para perowi hadits, sementara sebagian lagi lebih dekat kepada rasio atau pikiran (Ahl Ra'y), seperti; orang-orang Irak yang tidak banyak di jumpai dikalangan mereka penghafal-penghafal hadits disebabkan jauhnya tempat mereka dari tempat diturunkannya wahyu.

    Imam-imam tersebut telah mencurahkan segala kemampuan yang ada pada mereka untuk memperkenalkan agama ini dan membimbing manusia dengannya, dan mereka larang orang-orang bertaklid atau mengikut secara membabi buta tanpa mengetahui dalil atau alasannya. Mereka mengatakan: "Tidak seorang pun boleh mengikuti pendapat kami tanpa mengetahui alasan kami."Mereka tegaskan bahwa mazhab mereka adalah hadits yang sohih, karena mereka tidak ingin diikuti begitu saja sebagaimana halnya orang ma'shum, yakni; Nabi SAW.

    Ketika patokan-patokan diatas dipegang dengan konsisten, maka terjadinya perbedaan diantara para fuqoha, justru membuat dinamis dan fleksibelnya ilmu fiqh. Perbedaan diantara murid dan guru tidak tabu; Ibnu Abbas banyak berbeda pendapat dengan Ali, Umar, Zaid bin Tsabit, padahal mereka adalah guru-gurunya.

    Para fuqoha tabi'in banyak yang berbeda pendapat dengan para sahabat, Imam Malik terkadang berbeda pendapat dengan guru-gurunya yang tabi'in, tabiut tabi'in terkadang berbeda pendapat dengan guru-gurunya; Imam Abu dengan Ja'far as Shadiq, Imam Syafi'i dengan Imam Malik, Imam Ahmad dengan Imam Syafi'i dst. Perbedaan-perbedaan itu tidak sampai melahirkan malapetaka dan gontok-gontokan. Kondisi seperti itu berlangsung sampai abad empat hijrah.

  2. Redupnya Ilmu Fiqh

    Pasca para Imam mujtahid, terjadilah kemerosotan ilmu fiqh. Secara ringkas ada beberapa faktor yang meredupkan ilmu fiqh;


    1. Taqlid
      Orang-orang yang muncul sesudah para imam yang empat, kemauan mereka untuk berijtihad jadi kendor, sebaliknya bangkit naluri meniru dan bertaklid, hingga setiap golongan diantara mereka merasa cukup dengan mazhab tertentu yang akan diperdalam, diandalkan dan dipegang secara fanatik.

      Mereka mencurahkan segala tenaga untuk membela dan mempertahankannya, dan perkataan imam menjadi seperti firman Allah SWT, dan mereka tiada berani mengeluarkan fatwa tentang suatu masalah bila bertentangan dengan kesimpulan yang telah ditarik oleh imam mereka.

      Bahkan kultus terhadap imam-imam itu demikian mencolok dan berlebihan, sampai-sampai Karkhi mengatakan :"Setiap ayat atau hadits yang menyalahi pendapat shahabat-shahabat itu kita hendaklah ditakwilkan atau dinasah."

      Dan dengan bertaklid dan ta'asub kepada mazhab-mazhab ini, hilanglah kesempatan umat untuk beroleh petunjuk dari Kitab dan Sunah, timbul pula pendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup, dan jadilah pendapat-pendapat fukoha yang dikatakan syari'at, dan orang yang menyalahi ucapan-ucapan fukoha itu dipandang ahli bid'ah hingga ucapannya itu tak dapat dipercaya dan fatwanya tak boleh diterima.

    2. Pelembagaan madzhab-madzhab

      Diantara faktor-faktor yang membantu tersebarnya semangat tradisonal ini ialah usaha yang di lakukan oleh para hartawan dan pihak penguasa dalam mendirikan sekolah-sekolah dimana pengajarannya terbatas pada suatu atau beberapa mazhab tertentu yang menyebabkan tertujunya perhatian para fuqoha terhadap mazhab-mazhab tersebut, dan berpalingnya minat dari berijtihad, karena mempertahankan gaji yang jadi nafkah hidup mereka.

      Sebagai akibat dari tenggelam dalam taklid dan meninggalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah, umat Islam terpecah belah dalam golongan-golongan, hingga mereka berselisih paham tentang hukum nikahnya seseorang bermazhab Hanafi dengan pria bermazhab Syafi'i. Berkatalah sebagian mereka: "Tidak sah, karena wanita itu bersikap ragu-ragu dalam keimanannya "Karena pengikut- pengikut mazhab Hanafi membolehkan seseorang muslim itu mengatakan: "Saya beriman, Insya Allah." Sedang lainnya mengatakan itu boleh, dengan alasan mengqiaskannya kepada wanita golongan ahli Zimmah.

      Sebagian akibat dari kondisi diatas, tersebarnya bid'ah dan terpendamnya panji-panji Sunah, melempemnya gerakan akal dan terhentinya kegiatan berpikir serta hilangnya kebebasaan berilmu, suatu hal yang menyebabkan lemahnya kepribadian umat dan lenyapnya kehidupan berkarya serta terhambatnya kemajuan dan perkembangan hingga orang-orang pihak luarpun melihat celah dan lubang untuk dapat menembus memasuki jantung Islam.

      Dan akhirnya, Fiqih yang sebenarnya Allah SWT menjadikannya sebagai senjata muslim untuk menghadapi kehidupan dunia maupun akhirat, mengalami kebobrokan yang belum ada taranya, hingga berkhidmah padanya lebih banyak menanamkan dengki dan permusuhan, merusak hati dan persatuan umat. Para ulamanya hanya berkutat menghafalkan matan, dan tidak mengenal kecuali istilah-istilah atau catatan-catatan lampiran bersama pendapat-pendapat yang dikemukakan serta sanggahannya, hingga akhirnya Eropa pun menerkam dunia Islam.

      Kemudian sebagai akibat yang tak dapat dielakan, hukum dan budaya asing itulah yang menguasai kehidupan dunia Islam.

      Dan kemudian suasana di benua Eropa itulah yang mewarnai rumah-rumah, jalan-jalan, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan dan tempat-tempat pertemuan kaum muslimin. Derasnya arus dan gelombang sekulerisme Eropa, semakin kuat hingga dunia Islam; ulama, ormas dan institusi-institusi Islam pun hampir lupa kepada ajaran agamanya; tidak heran jika mereka beramai-ramai menolak syari'at Islam, seperti; penolakan terhadap piagam Jakarta di Indonesia.

  3. Urgensi Mempelajari

    Fiqh yang pembahasannya mencakup; masalah-masalah ibadat, seperti; sholat, shaum, zakat, haji, dsb. Dan masalah-masalah muamalat, seperti; pernikahan, jual beli, peradilan, dsb sangat penting untuk dipelajari, supaya kita;


    1. Beribadah dan bermuamalah atas dasar ilmu dan landasan syar'i yang jelas.
    2. Untuk mendapatkan kepastian hukum syara' dalam permasalahan-permasalahan baru.
    3. Untuk menjawab berbagai tuduhan minor terhadap ajaran Islam umumnya dan fiqh pada khususnya.

Referensi:


  1. Dr. Sulaiman al Asyqor, Tarikh al Fiqh al Islami, Maktabah al Falah, al Kuwait, 9 - 11
  2. Shadr al Syari'ah, Kitab Al Taudhih 'ala al Tanqih, 1;78
  3. Ibnu Abidin, Hasyiyah Ibnu Abidin, al Mathba'ah al Mishriah, 1272, 1:26
  4. Shadr al Syari'ah, Loc. Cit
  5. Dr. Sulaiman al Asyqar, Op. Cit, hal. 18 - 20
  6. Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah, Maktabah al Khadamat al Haditsah, Jiddah, 1:12-13
  7. Sayyid Sabiq, Ibid, hal. 14 - 17

Oleh: Jajat Sudrajat, Lc
Sumber: Aldakwah

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template